JAKARTA...
Apa yang ada dalam benak semua orang ketika pertama kali mendengar kata
diatas ? beragam jawaban tentunya. Kota impian, ibukota negara, megapolitan, kemacetan,
banjir, padat, dan sebagainya. Semua kata-kata tersebut terlontar ketika ditanya
mengenai Jakarta.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota
negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang
memiliki status setingkat provinsi. Terletak di bagian barat laut pulau Jawa, Jakarta
berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan
provinsi Banten. Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau
beriklim tropis.
Pertanyaannya adalah, mengapa sebuah kota yang menyandang status
megapolitan ini memiliki banyak masalah yang rumit dan kompleks ? apakah tidak
ada cara untuk mengatasinya ? mari kita lihat satu persatu dari sebagian
masalah yang ada.
Banjir, salah satu masalah Jakarta yang paling utama. Bahkan sudah ada
saat pertama kali kota ini berdiri dan sudah belasan kali berganti nama.
Batavia, Jayakarta, Sunda Kelapa, merupakan sedikit dari nama yang pernah disandang
oleh Jakarta. Semua nama itu juga tetap merasakan yang namanya banjir. Mengapa,
salah satu alasannya karena Jakarta terletak pada dataran rendah dengan
ketinggian hanya 8 meter dpl. Selain itu, daerah sebelah selatan Jakarta juga
merupakan daerah dengan curah hujan yang paling tinggi.
Jakarta mengalami
puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah
hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan
Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda
banjir setiap tahunnya, dan sering dikenal dengan istilah “Siklus 5 Tahun” yang
mendatangkan banjir besar. masalah ini sebenarnya sudah beberapa kali dicarikan
solusinya, yaitu dengan cara pembangunan waduk, pengerukan kali, dll. Namun tetap
tidak bisa membendung datangnya banjir yang juga disebabkan karena pembangunan
yang memakai lahan yang seharusnya lahan itu digunakan untuk resapan air.
Masalah selanjutnya yaitu kemacetan, macet bagi sebagian besar penduduk
Jakarta bukan lagi menjadi sebuah masalah, malah sudah menjadi salah satu
bagian hidup dari mereka. Bahkan ada istilah kalau tidak macet berarti itu
bukan Jakarta, sungguh betapa kronisnya penyakit macet ini buat warganya. Ketika
hujan sehari dua kali, macet, sebuah kata yang harusnya jarang tiba-tiba
menjadi dekat dengan makan dan minum. Sebanyak dua juta manusia yang
berbondong-bondong di sore hari, berjejalan dalam bus transjakarta, metro mini,
bus patas, bajai, ojek, kereta api, atau taxi dirindui kasur dan bantal di
rumah seperti musafir yang kangen gubuk di belahan sana. Tertunduk dengan
wajah-wajah lusuh, kusam, seolah dibebankan utang tak berperi.
Begitu banyak macam solusi yang dicarikan oleh Pemerintah provinsi DKI
Jakarta agar dapat mengurangi kemacetan ini, diantaranya diberlakukannya sistem
3 in 1 pada jalan-jalan tertentu disaat jam-jam sibuk, atau sempat ada rumor
akan diterapkannya sistem jalan berbayar, yang mana bila ingin dilewati harus
membayar. Kemacetan tidak akan bisa diselesaikan dengan mudah, sebab kemacetan
itu sendiri berhubungan dengan masalah yang lain dari Jakarta, yaitu kepadatan
penduduk.
Masalah kepadatan penduduk ini juga merupakan masalah yang serius
dihadapi oleh Jakarta, hampir semua penduduk di Jakarta ini memiliki kendaraan
pribadi yang apabila semua turun ke jalan dalam waktu yang hampir bersamaan
pada saat jam sibuk sudah tentu akan menimbulkan kemacetan yang luar biasa. Jakarta
dengan luas kota 661,52 km² dengan jumlah penduduk 10.187.595 jiwa (2011),
belum lagi ditambah dengan pendatang yang datang dari luar Jakarta dari
kota-kota satelit sekitar Jakarta seperti Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi.
Mengapa semua orang ingin datang ke Jakarta ? karena disinilah semua
impian berada, Jakarta menjanjikan bagi semuanya. Semua hal dapat kita temui
disini, orang berbondong-bondong datang mengadu nasib, mencoba peruntungannya,
meskipun banyak yang mengalami kegagalan, mereka tetap bertahan sehingga
membuat kepadatan penduduk menjadi tak terhindarkan.
Mengapa Jakarta memiliki semuanya sehingga menjadi magnet yang sangat
kuat bagi arus urbanisasi ? Jawabannya adalah karena sistem pembangunan yang
tidak merata, dan itu adalah akar dari semua permasalahan. Ya, sentralisasi
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang menjadikan masalah
Jakarta menjadi sangat kompleks. Pemerintah, khususnya pada zaman pemerintahan
era orde baru, sangat timpang dalam melakukan pembangunan di Indonesia. Pembangunan
sangat intensif dilakukan di derah jawa dengan ibukota Jakarta sebagai pusat
pembangunan. Banyak daerah di Indonesia yang ketinggalan dalam hal pembangunan
ini, sehingga membuat pembangunan di daerah lain menjadi tersendat. Pusat pemerintahan,
pusat bisnis, pusat hiburan semuanya dipusatkan di Jakarta. Padahal apabila
pembangunan ini dibagi rata ke seluruh Indonesia, masalah-masalah kerumitan
yang terdapat di Jakarta ini bisa dapat terkendali dan diatasi dengan cukup
mudah.
Untungnya pemerintah sekarang ini sudah mulai membangun daerah-daerah
diluar Jakarta dan pulau Jawa. Adanya Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal
yang dibuat oleh pemerintah menjadi salah satu indikasi baik dimulainya
pembanguna yang merata bagi Indonesia. Meskipun tidak semua daerah maju, masih
banyak yang sangat tertinggal untuk pembangunan. Setidaknya, mulai ada kemajuan
dalam pembangunan di Indonesia. Tapi hal ini tidak serta merta membuat Jakarta menjadi
bebas dari kerumitannya. Isu perpindahan ibukota negara yang diwacanakan oleh
Presiden, mungkin menjadi ide yang brilian. Atau mungkin bisa saja pusat
perdagangan atau pusat hiburan yang dipindahkan dari Jakarta, sehingga Jakarta
hanya fokus sebagai pusat pemerintahan. Jakarta sudah seharusnya
diistirahatkan, ibarat seorang manusia, Jakarta merupakan orang tua yang sudah
tertatih untuk berjalan dan mengerjakan pekerjaan sendiri. Harusnya ia menjadi
lebih arif dan bijaksana, dengan tidak membiarkan dirinya menjadi sakit dan
renta sendiri...
Referensi 1 Referensi 2 Referensi 3 Referensi 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar