Minggu sore, 10 oktober 1993. Waktu menunjukkan pukul lima lewat empat
puluh tujuh menit. Suara tangisan seorang bayi terdengar di ruang bersalin RSUD
Kota Sorong, suara tangis yang membawa sebuah kebahagiaan bagi kedua orang tua
si bayi. Kebahagiaan yang mungkin sangat tidak bisa dijelaskan seperti apa.
Maklum, si bayi merupakan anak pertama dari pasangan suami-istri ini. kebahagiaan
ini bukan hanya bagi kedua pasang suami-istri ini saja, tapi mungkin bagi seluruh
keluarga besar mereka.
Ali Zainal Abidin Seknun, nama yang diberikan sang ayah kepada putra
pertamanya itu. Nama yang katanya diambil
dari nama seorang Imam besar, dan tentunya nama yang juga memiliki sebuah doa
dan pengharapan didalamnya.
Ya, itulah saya. Tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang sangat
harmonis, dan tentunya mendapat kasih sayang yang penuh dari kedua orang tua
membuat kehidupan saya di masa kecil sungguh terasa indah. Memiliki tiga orang
adik, satu laki-laki dan dua orang perempuan, membuat saya menjadi seorang
kakak yang harus mampu memimpin dan bertanggung jawab.
Sejak lahir saya tinggal di Kota Sorong, kota kelahiran saya. Sampai saya
pertama kali memasuki dunia pendidikan dimulai dari tingkat taman kanak-kanak
(TK). TK AN-Ni’mah menjadi lembaga pendidikan pertama yang saya ikuti, saya
masuk ke TK itu karena satu alasan, agar ibu saya dapat dengan mudah mengawasi
saya. Karena jarak dari TK itu dekat dengan sekolah tempat ibu saya mengajar di
salah satu sekolah menengah pertama yang ada disitu.